Destination Culture Attraction Activities About
MitologiSuku Talang Mamak tergolong Melayu Tua (Proto Melayu) yang merupakan suku asli Indragiri dengan sebutan ”Suku Tuha” yang berarti suku pertama datang dan lebih berhak atas sumber daya alam di Indragiri Hulu. Asal UsulDari PagaruyungAda dua versi mengenai keberadaan Suku Talang Mamak ini. Menurut Obdeyn-Asisten Residen Indragiri, Suku Talang Mamak berasal dari Pagaruyung yang terdesak akibat konflik adat dan agama. Dari Kahyangan (Mitos)Sedangkan menurut mitos, suku ini merupakan keturunan Adam ke Tiga dari kayangan yang turun ke Bumi, tepatnya di Sungai Limau dan menetap di Sungai Tunu (Durian Cacar). Hal ini terlihat dari ungkapan ”Kandal Tanah Makkah, Merapung di Sungai Limau, menjeram di Sunagi Tunu” itulah manusia pertama di Indragiri bernama patih. LokasiSuku Talang Mamak sendiri tersebar di kecamatan :
NASKAH TANJUNG TANAH: Naskah Aksara Melayu Tertua
Secara umum, naskah Tanjung Tanah
berisi undang-undang yang mengatur kehidupan sehari-hari warga Kerinci
serta denda yang dijatuhkan kepada pelanggar.Ukuran denda masa itu
bervariasi, mulai dari kupang, mas, tahil, hingga kati.
Tanjung Tanah adalah nama sebuah perkampungan di Kerinci. Sebagian besar pakar aksara dan sejarawan yang ditemui Uli meragukan pendapatnya. Mereka berprinsip tak ada naskah sebelum abad XV. Setahun setelah naskah ditemukan, ia kembali mendatangi pemilik naskah. Iabermaksud meminta sedikit sampel kertas naskah untuk diuji dilaboratorium. Daripemeriksaan di Rafter Radiocarbon Laboratory, Wellington, Selandia Baru, diperkirakan naskah itu berusia lebih dari 600 tahun. Voorhoevepun menduga naskah ini ditulis sebelum agama Islam sampai ke pelosok Melayu atau diperkirakan ditulis pada masa kejayaan Adityawarman, sekitar tahun 1345-1377, Aksara yang digunakan dalam naskah Tanjung Tanah juga unik karena tak menggunakan aksara Palawa, tetapi Pascapalawa.
Naskah Melayu Tertua Dipaparkan Dr Uli
Kozok di Balai Arkeologi Medan
Naskah aksara Melayu tertua yang diperkirakan berasal dari abad XIV yang ditemukan di Tanjung Tanah Kabupaten Kerinci Sumatera Barat di paparkan di Balai Arkeologi Medan. Naskah kuno ini berisi tentang aturan hukum pada masa kerajaan Melayu Dharmasraya Jambi yang dipimpin Raja Adityawarman. Demikian dikatakan peneliti naskah kuno ini, Dr Uli Kozok saat presentasi yang diikuti para akademisi dan instansi terkait di Kantor Balai Arkeologi Medan, Senin (7/1). Peneliti kelahiran Jerman yang terkenal berkat penelitiannya yang mendalam pada Aksara Batak ini menyatakan, Naskah Tanjung Tanah menjadi naskah tertua yang telah ditemukan saat ini. Hal ini telah dibuktikan dari karakteristik bahasa yang digunakan dan dikuatkan dengan test radio karbon untuk mengukur usia kulit kayu yang digunakan dalam naskah kuno tersebut. “Kita sangat yakin naskah ini sangat kuno karena bahasa sangat sulit dipahami. Begitu juga dengan bahan yang digunakan untuk menulis,”ujarnya. Menurutnya, atas bantuan beberapa kolega dalam negeri (Indonesia, red) dan luar negeri naskah ini dapat dipahami sebagai naskah yang berisi peraturan pada masa kerajaan Melayu Jambi yang dikirim ke Tanjung Tanah sebagai bagian dari wilayah kekuasaan kerajaan Melayu. “Pada saat workshop di Universitas Indonesia untuk menterjemahkan naskah ini, ada peserta yang awalnya ragu namun akhirnya yakin setelah meneliti secara seksama selama satu minggu workshop tersebut,” jelasnya. Kagum Dalam kesempatan itu, dia menyatakan kekagumannya karena naskah yang ditulis di atas kulit kayu ini mampu bertahan hingga 700 tahun. Dalam penelitiannya, dia juga menemukan jawaban mengapa naskah ini bisa bertahan begitu lama dalam kondisi yang cukup baik sehingga masih bisa dibaca. Lebih lanjut dikatakan Uli Kozok, naskah ini masih bisa bertahan karena dirawat sebagai benda pusaka oleh pemegangnya yang kuat kemungkinan merupakan keturunan penerima asli naskah dari kerajaan Melayu ini. Pemegang naskah ini merawat dengan baik benda pusaka dengan caramenjauhkannya dari unsur yang dapat merusak naskah tersebut, seperti digulung dengan kain tebal, dimasukkan dalam peti dan disimpan diloteng sehingga jauh dari kelembaban. Naskah yang ditulis Kuja Ali atas titah Maharaja Darmasraya sebagai kitab undang-undang kemudian dikirim ke Tanjung Tanah. “Kemungkinan undang-undang ini tidak begitu digunakan masyarakatTanjung Tanah. Karena umumnya masyarakat saat itu hanya ikut tradisi lisan masyarakat lokal. Jadi ini kemungkinan hanya sebagai lambang kekuasaan kerajaan Melayu,” ujar peneliti yang pernah menimba ilmu danmengajar di Universitas Sumatera Utara ini.
|
|
|